Minggu, 07 Juni 2009

Pengaruh Stress Tehadap Prestasi kerja karyawan

PENDAHULUAN

Dalam suatu wawancara dengan majalah Fast Company, David Lundsford, direktur teknologi lanjutan di Dell Personal System Group, mendiskusikan bagaimana ia mengelola beban kerjanya dan kehidupan pribadinya. Ia berpikir, bagaimana seseorang dapat sungguh-sungguh efektif bekerja selama 100 jam per minggu? Sebab ia sering mendengar orang dengan bangganya menyatakan bahwa mereka bekerja 100 jam per minggu. Tentunya hal ini membuat ia bertanya-tanya dan merasa heran akan tingkat efektivitas kinerja dari orang-orang tersebut. David Lundsford pernah merasakan gaya bekerja yang mengarah pada rasa kepenatan yang besar, dimana ia kehilangan ilham untuk berprestasi. Hal ini kemudian membuat ia menyadari bahwa suatu kekurangan dalam keseimbangan akan menurunkan tingkat efektivitas pada dirinya dan bahkan pada setiap karyawan yang bekerja di perusahaan mana pun. Akhirnya ia memahami bahwa mencapai keseimbangan nyatanya justru membantu kariernya.

Menurut David Lundsford, semakin lama, batasan antara pekerjaan dan kehidupan disamarkan oleh teknologi, dengan adanya alat penyentara, telepon selular, dan e-mail. Mudah untuk membiarkan kehidupan kerja seorang karyawan berimigrasi ke dalam kehidupan pribadi karyawan tersebut, maka perlu diciptakan suatu imigrasi kebalikannya. Kemudian ia menerapkan cara tersebut di kehidupan pribadinya dengan menjadwal waktu istirahat rutin dalam hari kerja untuk memiliki saat-saat pribadi. Ia melakukannya dengan cara duduk dan merenung selama 20 menit, atau berbicara dengan seseorang yang penting baginya.

Kemudian ia mulai mengelola kehidupan pribadinya seakan-akan kehidupan pribadinya adalah suatu bisnis. Sebab ia memiliki suatu pandangan jangka panjang atas hubungan antara pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Ia berpikir bahwa bekerja untuk mendapatkan suatu kualitas kehidupan yang baik, bukan untuk mencapai suatu tujuan yang semaunya, seperti sebuah gelar pekerjaan atau suatu jumlah angka dalam sebuah rekening bank. Hal ini yang membuat ia jauh melampaui ketekunan para eksekutif senior di perusahaan tempat ia bekerja, yang hanya mengejar imbalan, akan tetapi orang-orang tersebut tidak dapat bertahan lama.

Dari contoh kasus di atas sebagaimana yang disarankan oleh David Lundsford, kehidupan dalam abad ke-21 ini boleh jadi tidak tenang dan penuh tekanan. Sebagai mahasiswa saya harus berhasil menempuh berbagai ujian-itu pun jika saya diperbolehkan untuk mengikuti ujian dengan syarat memenuhi ketentuan 75% data presensi, menyelesaikan berbagai tugas yang diberikan oleh dosen, belum lagi dengan persaingan dalam mencapai tingkat indeks prestasi yang tinggi di tiap semester, dan masih banyak lagi hal-hal yang dapat menjadi tekanan dalam kehidupan saya. Begitu juga yang terjadi pada kebanyakan karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Dunia pekerjaan seakan-akan tidak pernah lelah untuk menuntut mereka agar terus bekerja dan bertaut di gedung perkantoran. Hal ini menjadi kontribusi terbesar pada stress kerja berputar di sekitar perubahan mendasar yang terjadi di banyak organisasi atau perusahaan. Akibat semakin ketatnya persaingan, para karyawan diminta untuk menghasilkan pekerjaan dengan kualitas lebih baik dan kuantitas lebih besar dalam waktu yang lebih singkat dan sumber daya yang lebih sedikit.

Belum lagi dengan kemajuan teknologi yang mempersulit para karyawan untuk sepenuhnya terpisah dari kantor. Alat penyeranta, mesin faksimili, e-mail, dan telepon selular mempermudah terjadinya gangguan pada waktu bebas karyawan ketika berada di rumah atau selama liburan. Akhirnya dinamika kehidupan modern mempersulit penyeimbangan tuntutan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi. Penelitian menunjukkan bahwa stress kerja dapat mempengaruhi tingkat prestasi kerja karyawan. Krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia tahun 1997, berpengaruh terhadap perusahaan-perusahaan di Indonesia. Data dari Indonesian Capital Market Directory tahun 2000, menunjukkan sebagian besar kinerja keuangan perusahaan mengalami perubahan yang mencolok. Fenomena ini menunjukkan krisis ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Tentu saja masih banyak faktor lain yang menjadi penyebab stress kerja pada karyawan.

Walaupun tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, strees dapat dikurangi dan dikelola. Jika tekanan kerja mulai terjadi, hal ini dapat menyebabkan hambatan proses berpikir, lebih emosional, dan gangguan pada kondisi fisik. Jika stress kemudian bertambah, karyawan akan mengalami berbagai gejala stress yang dapat mempengaruhi kinerja dan kesehatannya, bahkan dapat mengancam kemampuannya untuk mengatasi lingkungannya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi kerja. Makalah ini membahas pengertian stress di tempat kerja, penyebab-penyebab stress di tempat kerja, hubungan stress dan prestasi kerja, strategi manajemen stress, dan cara-cara untuk menumbuhkan motivasi pada karyawan agar stress tidak menjadi penghalang dalam berprestasi.

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN STRESS

Stress merupakan istilah umum yang diaplikasikan sebagai tekanan hidup yang sering dirasakan semua orang dalam hidupnya. Terjadinya stress di tempat kerja hampir tidak dapat dihindari dalam banyak jenis pekerjaan. Meskipun banyak definisi dan perdebatan tentang pengertian stress di tempat kerja, pada dasarnya bahwa stress adalah respons yang adaptif, dimensi oleh perbedaan-perbedaan individual, dan atau proses-proses psikologis yang merupakan sebuah konsekuensi dari tindakan atau situasi eksterpsikologis dan atau fisik secara eksesif. Oleh karena itu, stress lalu disefinisikan sebagai respons yang adaptif pada situasi eksternal yang menghasilkan deviasi-deviasi fisik, psikologis, dan atau perilaku untuk anggota organisasi (Luthans, 1992).

Penting untuk diketahui:

ü Stress bukan hanya kecemasan. Kecemasan beroperasi hanya pada ruang lingkup emosional dan psikologis, di mana stress juga beroperasi di situ dan dalam ruang lingkup psikologis. Jadi, stress bisa dibarengi oleh kecemasan, tetapi keduanya sebaiknya tidak disamakan pengertiannya.

ü Stress bukan semata-mata ketegangan syaraf. Seperti kecemasan, ketegangan syaraf bisa dikarenakan oleh stress, tetapi keduanya tidak sama. Banyak orang secara tidak sadar telah memperlihatkan stress dan beberapa orang di antaranya dapat menutup rapat stress tersebut dan tidak menunjukkan melalui ketegangan syaraf.

ü Stress tidak selalu merupakan sesuatu yang bersifat merusak, buruk atau harus dihindari. Eustress tidak bersifat merusak atau buruk dan merupakan sesuatu yang dicari oleh orang-orang ingin maju. Kuncinya adalah bagaimana cara seseorang mengatasi stress. Stress adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, sedangkan distress bisa dicegah atau dikontrol secara efektif (Quick & Qiuck, 1984).

Menurut Robbins (1993), stress didefinisikan sebagai kondisi yang dinamis di mana seseorang dikonfrontasikan dengan kesempatan, hambatan, atau tuntutan yang berhubungan dengan apa yang diinginkannya dan untuk itu keberhasilannya yang dianggap penting tenyata tidak pasti. Secara khusus, stress diasosiasikan dengan hambatan-hambatan dan tuntutan-tuntutan. Yang pertama, stress mencegah seorang karyawan untuk melakukan sesuatu yang diinginkan. Yang kedua, stress menunjukkan hilangnya sesuatu yang diinginkan. Jadi ketika seorang karyawan mengalami tinjauan kinerja tahunan di tempat kerja, karyawan tersebut merasa stress karena ia mengkonfrontasikan kesempatan, hambatan, dan tuntutan. Sebuah tinjauan kinerja yang baik, dapat menuju pada promosi, tanggung jawab yang lebih besar, dan pendapatan yang lebih tinggi. Tetapi, sebuah tinjauan yang buruk dapat mencegah karyawan tersebut untuk memperoleh promosi. Tinjauan yang ekstrim buruk bahkan dapat membuat ia dipecat.

Ada dua kondisi penting yang membuat potensi stress menjadi stress aktual. Harus ada ketidakpastian terhadap hasil yang diinginkan dan hasil ini harus dianggap penting. Jadi stress akan menjadi terendah untuk orang-orang yang berpikir bahwa hasil yang diinginkan merupakan suatu kepastian, dan hasil dari yang ia inginkan tidak begitu penting oleh karyawan tersebut. Begitu pula dengan sebaliknya.

B. PENYEBAB STRESS

Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors. Meskipun stress dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya karyawan mengalami stress karena kombinasi stressors. Banyak hal yang bisa membuat seorang karyawan mengalami stress, baik berasal dari situasi dan kondisi yang terjadi di tempat ia bekerja, maupun yang berasal dari situasi dan kondisi yang terjadi pada kehidupan pribadi karyawan itu sendiri. Penyebab-penyebab stress di tempat kerja dapat dilihat dari empat dimensi, yaitu kebiksanaan, struktur, kondisi-kondisi fisik, dan proses-proses yang terjadi perusahaan itu sendiri.

1. Kebijaksanaan perusahaan

· Ketidakadilan, review kinerja yang arbitrair

· Pembayaran yang tidak adil

· Aturan-aturan yang tidak infleksibel

· Pergantian/rotasi kerja

· Prosedur yang meragukan

· Relokasi yang terlalu sering

· Deskripsi kerja yang tidak realistik

2. Struktur perusahaan

· Sentralisasi, kurang partisipasi dalam pengambilan keputusan

· Sedikit kesempatan untuk kemajuan

· Terlalu banyak formalisasi

· Derajat spesialisi yang tinggi

· Konflik-konflik antara staf dan bawahan

3. Kondisi-kondisi fisik perusahaan

· Berdesakan dan kurang privatisasi

· Suara bising, panas atau dingin

· Adanya bahan kimia yang beracun atau radiasi

· Polusi udara

· Kurangnya pengamanan bahaya-bahaya

· Kurangnya penerangan

4. Proses-proses

· Kurang komunikasi

· Sedikit umpan balik tentang kinerja

· Tujuan-tujuan yang meragukan/bertentangan

· Pengukuran kinerja yang tidak akurat

· Sistem control yang tidak adil

· Informasi yang tidak kuat

Tekanan-tekanan di atas dapat menjadi penyebab-penyebab stress pada karyawan di tempat kerja. Jika organisasi/perusahaan itu menjadi lebih besar dan kompleks, akan diikuti tekanan-tekanan yang lebih besar pula untuk setiap karyawan dalam pekerjaannya. Karena perusahaan-perusahaan sekarang dan yang akan datang berjuang untuk berkompetisi dalam pasar dunia yang semakin kompetitif, tekanan-tekanan organisasi ini akan menjadi semakin berat.

Di lain pihak, stress pada karyawan juga dapat disebabkan masalah-masalah yang terjadi di luar perusahaan. Penyebabnya-penyebab stress antara lain:

1. Kekuatiran finansial

2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak

3. Masalah-masalah phisik

4. Masalah-masalah perkawinan (misal, perceraian)

5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal

6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara.

KONSEKUENSI DARI STRESS

Stress menunjukkan gejala-gejalanya dalam sejumlah cara. Misalnya, seseorang yang sedang mengalami stress dengan level yang tinggi dapat berkembang menuju tekanan darah tinggi, luka lambung, iritabilitas, sulit dalam pengambilan keputusan rutin, kehilangan selera makan, kecenderungan memperoleh kecelakaan dan lain-lain serupa itu. Semua gejala-gejalanya dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum: gejala-gejala fisiologis, psikologis, dan perilaku.

1. Gejala-gejala Fisiologis

Hal ini sangat menyita perhatian orang banyak disebabkan oleh kenyataan adanya berbagai topik penelitian yang dilakukan oleh para spesialis dalam ilmu-ilmu kedokteran dan kesehatan. Penelitian ini menuju pada konklusi bahwa stress dapat menciptakan perubahan-perubahan dalam metabolisme, meningkatkan angka denyut jantung dan pernapasan, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan merangsang timbulnya serangan jantung.

Hubungan antara stress dengan gejala-gejala fisik yang khusus tersebut tidak begitu jelas. Hanya sedikit, kalau ada, yang memiliki hubungan konsisten (Beehr & Newman, 1987). Hal ini menunjukkan kompleksnya gejala-gejala dan kesukaran untuk mengukur gejala-gejala tersebut secara objektif. Tetapi, ada relavansi yang lebih besar, yaitu adanya fakta bahwa gejala-gejala fisiologis memiliki sedikit relavansi langsung untuk para mahasiswa perilaku organisasi. Perhatian kita adalah berbagai perilaku dan sikap. Oleh karena itu, dua kategori gejala-gejala yang lain lebih penting di sini.

2. Gejala-gejala Psikologis

Stress pada karyawan dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan kerja. Ketidakpuasan kerja, dalam kenyataannya adalah efek psikologis dari stress yang paling sederhana dan jelas. Tetapi, stress menunjukkan dirinya dalam stasus psikologis tertentu, misalnya ketegangan, kecemasan, ketersinggungan, kebosanan, dan keras kepala. Pada gejala-gejala psikologis ini banyak hal yang menjadi penyebab ketidakpuasan pada karyawan, antara lain: pemenuhan kebutuhan kehidupan pribadi karyawan, ketidakcocokan antara apa yang di harapkan dan kenyataan yang terjadi pada kayawan, pencapaian nilai oleh karyawan (penghargaan dan pengakuan dari manajer kepada karyawan), persamaan (output dan input pekerjaan relative sama), komponen watak dan genetik (indikasi faktor pribadi karyawan itu sendiri, ada yang tampak puas, ada pula yang selalu merasa tidak puas).

Jika ketidakpuasan ini dapat dihilangkan atau minimal dikurangi pada tiap karyawan maka tidak mustahil hasil yang ia peroleh adalah munculnya motivasi kerja yang bermuara pada prestasi kerja.

3. Gejala-gejala Perilaku

Gejala-gejala stress yang berhubungan dengan periaku termasuk perubahan-perubahan dalam produktivitas, absensi dan pindah kerja, juga perubahan-peubahan dalam kebiasaan makan, lebih sering merokok, dan bertambahnya minum alcohol, bicara menjadi cepat, bertambah gelisah dan, adanya gangguan tidur.

Akibat dari stress banyak dan bervariasi. Beberapa di antaranya, tentu saja, positif, seperti motivasi pribadi, rangsangan untuk bekerja lebih keras, dan meningkatnya inspirasi hidup yang lebih baik. meskipun demikian banyak efek yang mengganggu dan secara potensial bahaya. T. Cox (1978) telah mengidentifikasikan lima kategori efek dari stress yang potensial.

1. Subjektif: kekhawatiran/ketakutan, agresi, apatis, rasa bosan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan kendali emosi, penghargaan diri yang rendah, gugup, kesepian.

2. Perilaku: mudah mendapat kecelakaan, kecanduan alcohol, penyalahgunaan obat, luapan emosi, makan dan merokok secara berlebihan, perilaku implusif, tertawa gugup.

3. Kognitif: ketidakmampuan untuk membuat keputusan, yang masuk akal, daya konsentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitive terhadap kritik, hambatan mental.

4. Fisiologis: kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, panas dan dingin.

5. Organisasi: angka absensi, omset, produktivitas rendah, terasing dari mitra kerja, ketidakpuasan kerja, komitmen organisasi dan loyalitas berkurang.

C. HUBUNGAN STRESS DAN PRESTASI KERJA

Stress dapat sangat membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah (disfungsional) atau merusak prestasi kerja. Secara sederhana hal ini berarti bahwa stress mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat stress. Telah cukup banyak penelitian yang menyelidiki hubungan antara stress dan prestasi kerja. Hubungan yang menunjukkan hubungan antara stress dan prestasi kerja disebut model stress-prestasi kerja. Dari model stress-prestasi kerja ini dapat disimpulkan beberapa point penting, antara lain:

1. Bila tidak ada stress, tantangan-tantangan kerja juga tidak ada, dan prestasi kerja cenderung rendah.

2. Sejalan dengan meningkatnya stress, prestasi kerja cenderung naik, karena stress membantu karyawan untuk mengerahkan segala sumberdaya dalam memenuhi berbagai persyaratan atau kebutuhan pekerja.

3. Bila stress telah mencapai “puncak”, yang dicerminkan kemampuan pelaksanaan kerja harian karyawan, maka stress tambahan akan cenderung tidak menghasilkan perbaikan prestasi kerja.

4. Akhirnya, bila stress menjadi terlalu besar, prestasi kerja akan mulai menurun, karena stress mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya, menjadi tidak mampu untuk mengambil keputusan-keputusan dan perilakunya menjadi tidak teratur. Akibat paling ekstrim, adalah prestasi kerja menjadi nol, karena karyawan menjadi sakit atau tidak kuat bekerja lagi, putus asa, keluar atau “melarikan diri” dari pekerjaan dan mungkin diberhentikan.

D. STRATEGI MANAJEMEN STRESS

Cara terbaik untuk mengurangi stress adalah dengan menangani penyebab-penyebabnya. Sebagai contoh, departemen personalia pada suatu organisasi atau perusahaan dapat membantu karyawan untuk mengurangi stress dengan memindahkan (transfer) ke pekerjaan lain, mengganti penyelia yang berbeda, dan menyediakan lingkungan kerja yang baru. Latihan dan pengembangan karier dapat diberikan untuk membuat karyawan mampu melaksanakan pekerjaan baru.

Departemen personalia hendaknya juga membantu para karyawan untuk memperbaiki kemampuan mereka dalam menghadapi stress. Komunikasi yang lebih baik bisa memperbaiki pemahaman karyawan terhadap situasi-situasi stress, dan program-program latihan dapat diselenggarakan untuk mengembangkan ketrampilan dan sikap dalam menangani stress. Bagaimana pun juga, pelayanan konseling mungkin merupakan cara paling efektif untuk membantu para karyawan.

1. Pendekatan-pendekatan Individual

a) Manajemen waktu

b) Latihan fisik

c) Latihan relaksasi

d) Dukungan sosial

e) Konseling karyawan

Nasihat, memahami kepercayan kembali (reassurance), komunikasi, pelepasan ketegangan emosi , menjernihkan pikiran, dan reorientasi.

2. Pendekatan Organisasi

a) Seleksi dan penempatan

b) Penetapan tujuan

c) Pendesainan kembali pekerjaan

d) Pengambilan keputusan secara partisipatif

e) Komunikasi organisasi

f) Program-program kebugaran

Begitu pula dengan arus pesan dalam suatu jaringan komunikasi yang sifat hubungannya saling bergantung satu sama lain atau komunikasi organisasi harus berjalan seimbangan.

1. Komunikasi ke bawah: komunikasi dari pihak manajemen → bawahan

· Petunjuk-petunjuk tugas yang spesifik; instruksi-instruksi pekerjaan.

· Informasi yang didesain untuk menghasilkan pengertian tentang tugas dan hubungannya dengan tugas-tugas organisasi lainnya (rasionalitas pekerjaan).

· Informasi tentang kebijaksanaan perusahaan dan pelaksanaan operasionalnya (prosedur dan pratik organisasi).

· Umpan balik kepada para karyawan tentang kinerja mereka.

· Informasi tentang karakteristik ideology sebagai misi perusahaan dengan cara mengulang-ulang latihan dan pengajaran supaya bawahan terkesan dengan misi tersebut.

· Agar komunikasi ini berjalan dengan baik dan pesannya dapat diterima oleh karyawan maka diperlukan media-media yaitu, antara lain: buku pedoman, petunjuk teknis, majalah, surat kabar (media cetak) dan perintah lisan yang langsung atau instruksi-instruksi dari atasan, pidato-pidato, pertemuan-pertemuan, closed circuit televise, dan telepon.

2. Komunikasi ke atas: komunikasi dari bawahan → atasan

· Informasi tentang keberhasilan, kemajuan, dan rencana-rencana mendatang dari para bawahan.

· Informasi tentang problem-problem pekerjaan yang memerlukan bantuan dari tingkatan lebih atas dalam organisasi.

· Ide-ide untuk perbaikan dalam aktivitas dan fungsi yang berhubungan dengan pekerjaan.

· Informasi mengenai perasaan para bawahan tentang pekerjaan atau isu yang berhubungan dengan pekerjaan.

· Cara-cara untuk memperbaiki efektivitas komunikasi ke atas antara lain: prosedur penyampaian keluhan, kebijaksanaan pintu terbuka, konseling, teknik-teknik partisipatif, seperti kotak saran, tim junior, komite manajemen dari serikat karyawan, dan quality circles. Penelitian menunjukkan bahwa para partisipan dalam jaringan komunikasi pada umumnya merasa lebih puas dengan pekerjaannya, lebih berkomitmen pada perusahaannya, dan lebih berprestasi kerja daripada mereka yang tidak dilibatkan dalam proses komunikasi.

3. Komunikasi Horizontal: komunikasi antara karyawan

Fungsi: memperbaiki tugas, pemecahan masalah pekerjaan, berbagi informasi, pemecahan konflik, membina hubungan.

E. STRESS, MOTIVASI, DAN PRESTASI KERJA

Prestasi kerja karyawan bisa diukur dari berbagai hal. Untuk mencapai prestasi tersebut, karyawan harus memiliki motivasi agar setiap pekerjaannya membawa hasil yang baik. Stress pada karyawan akan menghambat munculnya motivasi dari dalam diri karyawan tersebut. Untuk itu stress harus dihilangkan terlebih dahulu, minimal dikurangi.

Karyawan harus memiliki kemampuan, pengetahuan pekerjaan, emosi yang stabil, suasana hati dan perasaan yang nyaman, keyakinan akan nilai-nilai. Semua itu didukung oleh suatu perilaku yang termotivasi seperti fokus terhadap apa yang akan dilakukan, intensitas (usaha), memperhatikan dan mempertimbangkan kualitas (strategi tugas), dan durasi (kemenonjolan) terhadap suatu pekerjaan dan perusahaan. Semua itu akan berbuah pada prestasi kerja.

KESIMPULAN DAN SARAN

Setiap manusia yang hidup pasti pernah merasakan dan mengalami stress. Stress pada karyawan tidak bisa dihindari karena begitu banyak pekerjaan-pekerjaan yang dihadapkan pada karyawan tersebut. Di atas telah di jelaskan pengertian atau definisi stress, penyebab-penyebab stress, konsekuensi dari stress, dan cara-cara penanggulanggan stress oleh pihak personalia perusahaan dalam menangani karyawan yang merasakan/menderita stress.

Stress pada karyawan bukanlah suatu hal yang selalu berakibat buruk pada karyawan & kinerjanya, melainkan stress juga dapat memberikan motivasi bagi karyawan untuk memupuk rasa semangat dalam menjalankan setiap pekerjaannya untuk mencapai suatu prestasi kerja yang baik buat karier karyawan dan untuk kemajuan dan keberhasilan perusahaan.

Saran saya, untuk mencegah agar stress tidak merebak pada setiap diri manusia (teruntuk para karyawan), kita harus memulainya dengan selalu berpikir positif. Sebab, apa yang ada dipikiran kita, akan langsung dirasakan oleh perasaan kita. Untuk itu, semua hal itu harus ditunjang dengan cara berkomunikasi yang efektif dari segala arah. Terlebih dari semua itu, karyawan sendiri harus memulainya dengan hidup sehat lahir dan batin, agar sehat jasmani dan sehat secara psikis. Jika cara-cara itu dapat dilaksanakan maka prestasi kerja untuk peningkatan taraf hidup dapat dicapai dengan usaha yang tidak sia-sia.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan:

· Makmuri Muklas, 2005, Perilaku Organisasi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm. 490-523.

· T. Hani Handoko, 2001, Edisi 2: Manajemen Personalia & Sumberdaya Manusia, BPFE - Yogyakarta, Yogyakarta. Hlm. 200-206.

· Gibson, Ivancevich, Donnelly, 1996, Organisasi: Perilaku – Struktur – Proses: Edisi Kedelapan - Jilid 1, Binarupa Aksara, Jakarta. Hlm. 363.

· Robert Kreitner, Angelo Kinicki, 2005, Perilaku Organisasi: Buku 1 – Edisi 5, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Hlm. 248-249, 271-271.

· Robert Kreitner, Angelo Kinicki, 2005, Perilaku Organisasi: Buku 2 – Edisi 5, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Hlm. 348-350.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar